BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengertian
Peraturan Daerah
Sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dengan Peraturan Daerah
(Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah .
Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang
tentang Pemerintah Daerah1 adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota. Dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda), Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/
Kabupaten/ kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri
khas masing-masing daerah.
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Daerah
dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati/
Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/ Walikota
dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas
adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda
yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota dipergunakan sebagai bahan
persandingan.
Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi
Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu
materi Perda.
Ada berbagai jenis Perda yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:
a.
Pajak Daerah;
b.
Retribusi Daerah;
c.
Tata Ruang Wilayah Daerah;
d.
APBD;
e.
Rencana Program Jangka Menengah Daerah;
f.
Perangkat Daerah;
h.
Pengaturan umum lainnya.
B.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
kewarganegaraan yang kemudian akhirnya kami bisa mengetahui proses pembuatan
perda, tugas pokok dan fungsi bagian hukum kab. Garut.
C.
Manfaat
1. Secara Teoretis
Makalah ini diharapkan dapat memperluas serta menambah ilmu tentang
system organisasi tingkat kabupaten khusus nya bagian hukum
2. Secara Praktis
Diharapkan uraian dalam makalah ini dapat
memberikan dasar dan pengarahan dalam pemahaman
tentang proses pembuatan perda, tugas pokok dan fungsi bagian hukum kab. Garut.
D.
Identifikasi
masalah;
Tujuan dari
kunjungan penelitian dan pembutan
makalah ini adalah;
1. Mengetahui
proses pembuatan perda
2. Tugas pokok dan
fungsi dari bagian hukum
3. Struktur bagian
hukum serta fungsi masing – masing kepala bagian dan kepala sub- bagian.
BAB II
LANDASAN TEORI
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan
atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari
bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakatterhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum
pidana yang berupayakan cara
negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja
bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif
hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara
hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan
mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf
Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik
dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara
lain hukum pidana/hukum
publik, hukum
perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum
administrasi negara/hukum tata usaha
negara, hukum internasional, hukum
adat, hukum
islam, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum
lingkungan. Tapi yang akan lebih di
tekankan dalam pembahasan ini bagian hukum yang merupakan cakupan dari hukum
tata Negara.
Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur
organisasi kekuasaan suatu negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan
organisasi negara tersebut. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum
Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu : di Belanda umumnya memakai
istilah “staatsrech” yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti
luas) dan staatsrech In engere zin (dalam arti luas). Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrech in engere zin adalah hukum yang membedakan Hukum
Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum
Tata Pemerintah.
Di Inggris pada umumnya memakai istilah “Contitusional
Law”, penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata
Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol. Di Perancis orang mempergunakan
istilah “Droit Constitutionnel” yang di lawankan dengan “Droit Administrative”,
dimana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan
Hukum Aministrasi Negara.
Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah Verfassungsrecht: Hukum Tata Negara danVerwassungsrecht:
Hukum Administrasi negara.
Berikut definisi-definisi hukum tata negara menurut
beberapa ahli:
1.
J.H.A
Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi
negara. Het staatsrecht als het
recht dat betrekking heeft op de staat -die gezagsorganisatie- blijkt dus
functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het amb, als kernbegrip, als
bouwsteen te hebben. Bagi Logemann, jabatan
merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian
yang bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan organisasi yang terdiri
atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam
keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi
jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie.
2.
Van
Vollenhoven
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur
semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya
dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan
akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam
lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang
badan-badan tersebut.
3.
Scholten
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi
dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah
dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan
kewajiban, serta tugasnya masing-masing.
4.
Van der
Pot
Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang masing-masing,
hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu yang lain.
5.
Apeldoorn
Hukum Tata Negara dalam arti sempit yang sama artinya
dengan istilah hukum tata negara dalam arti sempit, adalah untuk membedakannya
dengan hukum negara dalam arti luas, yang meliputi hukum tata negara dan hukum
administrasi negara itu sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
PEMBENTUKAN PERDA YANG BAIK
- Asas Pembentukan Perda
Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundangundangan sebagai berikut:
a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap
pembentukan peraturan perundang undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
b. kelembagaan atau organ
pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. kesesuaian
antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis peraturan perundang-undangan.
d. dapat
dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan harus
memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. kedayagunaan dan
kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang undangan dibuat karena memang
benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat,
berbangsa dan bernegara.
f. kejelasan
rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya
jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan, yaitu dalam
proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan,
persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan
demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas
sebagai berikut:
a. asas pengayoman,
bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketentraman masyarakat5.
b. asas
kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan
dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga
Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. asas kebangsaan,
bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia
yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia.
d. asas
kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkanmusyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. asas
kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian
dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
f. asas bhinneka
tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang
menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
g. asas keadilan,
bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h. asas kesamaan
dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak boleh
berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain
agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.
i. asas ketertiban
dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat menimbulkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j. asas
keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda
harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan
individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
k. asas lain sesuai
substansi Perda yang bersangkutan6. Selain asas dan materi muatan di atas, DPRD
dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan keunggulan
lokal /daerah, sehingga mempunyai daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat daerahnya.
Prinsip dalam menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam
menunjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalahbertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme APBD, namun demikian
untuk mencapai tujuan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah bukan
hanya melalui mekanisme tersebut tetapi juga dengan meningkatkan daya saing
dengan memperhatikan potensi dan keunggulan lokal/daerah, memberikan insentif
(kemudahan dalam perijinan, mengurangi beban Pajak Daerah), sehingga dunia
usaha dapat tumbuh dan berkembang di daerahnya dan memberikan peluang menampung
tenaga kerja dan meningkatkan PDRB masyarakat daerahnya.
2. Proses Penyusunan Perda
Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk
hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur
penyusunan Perda agar lebih
terarah dan terkoordinasi. Hal ini
disebabkan dalam pembentukanPerda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara
lainpengetahuan mengenai materi muatan
yang akan diatur dalam Perda,
pengetahuan tentang bagaimana
menuangkan materi muatan
tersebut ke dalam Perda secara
singkat tetapi jelas dengan bahasa
yang baik serta mudahdipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara
yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
dalam penyusunan kalimatnya.
Prosedur penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunanproduk
hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya. Proses
pembentukan Perda terdiri
dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Proses penyiapan
rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan
DPRD atau di lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses
ini termasuk penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik (academic draft)
dan naskah rancangan Perda (legal draft).
b. Proses
mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.
c. Proses pengesahan
oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.
Ketiga proses pembentukan Perda tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Proses Penyiapan
Raperda di lingkungan DPRD. Berdasarkan amandemen I dan II Pasal 20 ayat (1)
UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan berdasarkan Pasal
21 ayat (1) UUD 1945, anggota-anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan
Undang-Undang. Begitu pula di tingkat daerah, DPRD memegang kekuasaan membentuk
Perda dan anggota DPRD berhak mengajukan usul Raperda. Dalam pelaksanaannya
Raperda dari lingkungan DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib
DPRD masing-masing daerah. Pembahasan Raperda atas inisiatif DPRD
dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau unit kerja yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk Tim Asistensi dengan Sekretariat
Daerah atau berada di Biro/Bagian Hukum.
b. Proses Penyiapan Raperda di Lingkungan Pemerintahan Daerah.
Dalam proses penyiapan Perda yang berasal dari Pemerintah Daerah bisa dilihat
dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001
tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang telah diganti dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan
Produk Hukum Daerah yang ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2006.
c. Proses
Mendapatkan Persetujuan DPRD. Pembahasan Raperda di DPRD baik atas inisiatif
Pemerintah Daerah maupun atas inisiatif DPRD, dilakukan oleh DPRD bersama
Gubernur/Bupati/ Walikota, Pemda membentuk Tim Asistensi dengan Sekretaris
Daerah berada di Biro/Bagian Hukum. Tetapi biasanya pembahasan dilakukan
melalui beberapa tingkatan pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan ini
dilakukan dalam rapat paripurna, rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
panitia khusus dan diputuskan dalam rapat paripurna. Secara lebih detail
mengenai pembahasan di DPRD baik atas inisiatif DPRD ditentukan oleh Peraturan
Tata Tertib DPRD masingmasing. Khusus untuk Raperda atas inisiatif DPRD, Kepala
Daerah akan menunjuk Sekretaris Daerah atau pejabat unit kerja untuk
mengkoordinasikan rancangan tersebut.
d. Proses Pengesahan dan
Pengundangan Apabila pembicaraan suatu Raperda dalam rapat akhir di DPRD telah
selesai dan disetujui oleh DPRD, Raperda akan dikirim oleh Pimpinan DPRD kepada
Kepala Daerah melalui Sekretariat Daerah dalam hal ini Biro/ Bagian Hukum untuk
mendapatkan pengesahan. Penomoran Perda tersebut dilakukan oleh Biro/Bagian
Hukum. Kepala Biro/Bagian Hukum akan melakukan autentifikasi. Kepala Daerah
mengesahkan dengan menandatangani Perda tersebut untuk diundangkan oleh
Sekretaris Daerah. Sedangkan Biro/Bagian Hukum bertanggung jawab dalam
penggandaan, distribusi dan dokumentasi Perda tersebut. Apabila masih ada
kesalahan teknik penyusunan Perda, Sekretaris DPRD dengan persetujuan Pimpinan DPRD
dan Kepala Daerah dapat menyempurnakan teknik penyusunan Raperda yang telah
disetujui oleh DPRD sebelum disampaikan kepada Kepala Daerah. Jika masih juga
terdapat kesalahan teknik penyusunan setelah diserahkan kepada Kepala Daerah,
Kepala Daerah dapat menyempurnakan teknik penyusunan tersebut dengan
persetujuan Pimpinan DPRD. Setelah Perda diundangkan dan masih terdapat
kesalahan teknik penyusunan, Sekretaris Daerah dengan persetujuan Pimpinan DPRD
dapat meralat kesalahan tersebut tanpa merubah substansi Perda melalui Lembaran
Daerah. Pemda wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran
Daerah agar semua masyarakat di daerah setempat dan pihak terkait
mengetahuinya.
e. Lembaran Daerah
dan Berita Daerah
1. Agar memiliki
kekuatan hukum dan dapat mengikat masyarakat, Perda yang telah disahkan oleh
Kepala Daerah harus diundangkan dalam Lembaran Daerah.
2. Untuk menjaga
keserasian dan keterkaitan Perda dengan penjelasannya, penjelasan atas Perda
tersebut dicatat dalam Tambahan Lembaran Daerah dan ditetapkan bersamaan dengan
pengundangan Perda sebagaimana yang diundangkan di atas. Pejabat yang berwenang
mengundangkan Perda tersebut adalah Sekretaris Daerah.
B. MEKANISME PENGAWASAN PERDA
Dalam rangka pemberdayaan otonomi daerah pemerintah pusat
berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai amanat Pasal 217 dan 218 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Bulan Desember 2005 ditetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pembinaan dan
pengawasandimaksudkan agar kewenangan daerah otonom dalam menyelenggarakan
desentralisasi tidak mengarah kepada kedaulatan.
Di samping Pemda merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemda
merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan negara, maka harus
berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam kerangka NKRI. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 secara
tegas memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk melaksanakan
pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Menteri dan
Pimpinan LPND melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan masing-masing yang
meliputi pemberian pedoman. Bimbingan, pelatihan, arahan dan pengawasan yang
dikoordinasikan kepada Menteri Dalam Negeri. Pemerintah dapat melimpahkan
pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten di daerah sesuai dengan
peraturan perundangundangan. Pembinaan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap
peraturan Kabupaten dan Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Mendagri dengan
tembusan kepada Departemen/Lembaga Pemerintahan Non Departemen terkait.
Pengawasan Kebijakan Daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah sejalan dengan Pengawasan Perda Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah yang diatur dengan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah
dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Pengawasan dilakukan secara represif dengan
memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada Pemda untuk menetapkan Perda baik
yang bersifat limitatif maupun Perda lain berdasarkan kriteria yang ditetapkan
Pemerintah. Karena tidak disertai dengan sanksi dalam kedua Undang-Undang
tersebut, peluang ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk menetapkan
Perda yang berkaitan dengan pendapatan dan membebani dunia usaha dengan tidak
menyampaikan Perda dimaksud kepada Pemerintah Pusat.
Berbeda dengan PengawasanKebijakan Daerah yang diatur dalam UU
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 18 Tahun 1997
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan
UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 79 Tahun 2005 dilakukan secara:
a. preventif,
terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;
b. represif,
terhadap kebijakan berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah selain
yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;
c. fungsional,
terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah;
d. pengawasan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan
daerah;
e. pengawasan
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh masyarakat.
Mengenai jenis-jenis
pengawasan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengawasan Preventif Rancangan Perda
Propinsi:
a. Rancangan Perda Provinsi tentang Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD
dan Gubernur sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari Dalam
Negeri untuk dievaluasi.
b. Menteri Dalam
Negeri melakukan Evaluasi Rancangan Perda Propinsi tentang Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerahdalam waktu 15 (lima belas)
hari setelah menerimaRancangan Perda Provinsi.
c. Menteri Dalam
Negeri dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah, Retribusi Daerah
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, sedangkan Rancangan Perda Tata Ruang
Wilayah Daerah berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi
Tata Ruang Nasional.
d. Menteri Dalam
Negeri menyampaikan hasil evaluasi kepada Gubernur untuk melakukan
penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil evaluasi.
e. Gubernur
melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
diterima hasil evaluasi.
f. Apabila Gubernur
dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan tetapmenetapkan menjadi Perda,
Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan Perda dengan Peraturan Menteri.
g. Gubernur
menetapkan rancangan Perda setelah mendapat persetujuan bersama dari DPRD
sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
h. Paling lama 7
(tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.
2. Pengawasan
Preventif Rancangan Perda Kabupaten/Kota:
a. Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD
dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan
Bupati/Walikota sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga)
hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
b. Gubernur melakukan Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota
tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah
dalam waktu 15 (lima belas) hari setelah menerima rancangan Perda
Kabupaten/Kota.
c. Gubernur dalam
melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan; sedangkan Rancangan Perda Tata Ruang
Wilayah Daerah berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi
Tata Ruang Nasional.
d. Gubernur
menyampaikan hasil evaluasi kepada Bupati/Walikota untuk melakukan
penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil evaluasi.
e. Bupati/Walikota
melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
diterima hasil evaluasi.
f. Apabila
Bupati/Walikota dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan tetap menetapkan
menjadi Perda, Gubernur dapat membatalkan Perda dengan Peraturan Gubernur.
g. Bupati/Walikota
menetapkan rancangan Perda setelah mendapat persetujuan bersama DPRD sesuai
dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
h. Paling lama 7
(tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada Gubernur dan Menteri
Dalam Negeri.
3. Pengawasan
Represif Perda Propinsi, Kabupaten/Kota:
a. Perda disampaikan
kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
b. Pemerintah
melakukan pengkajian/klarifikasi terhadap Perda dalam waktu 60 hari.
c. Perda yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih
tinggi dapat dibatalkan dengan Peraturan Presiden.
d. Apabila Gubernur,
Bupati/Walikota keberatan terhadap Pembatalan Perda; Gubernur, Bupati/Walikota
dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 180(
seratus delapan puluh) hari setelah pembatalan.
4. Pengkajian dan
Evaluasi Perda: Rancangan Perda APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata
Ruang Wilayah Daerah dilakukan evaluasi sebagai berikut:
a. Rancangan Perda
disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum
Sekretariat Jenderal.
b. Biro Hukum
mendistribusikan rancangan Perda kepada komponen terkait di lingkungan
Departemen Dalam Negeri.
c. komponen terkait
melakukan pengkajian dan evaluasi rancangan rancangan Perda bersama tim yang
terdiri dari Biro Hukum, Inspektorat Jenderal dan komponen terkait.
d. hasil pengkajian
dan evaluasi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum
Sekretariat Jenderal.
e. hasil evaluasi
yang telah ditandatangani Menteri Dalam Negeri disampaikan kepada Gubernur oleh
Biro Hukum.
5. Pembatalan Perda
yang tidak sesuai dengan hasil evaluasi:
a. Perda yang diterima oleh Biro Hukum disesuaikan dengan hasil
evaluasi Menteri.
b. Apabila Perda
yang ditetapkan tidak sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri, Biro
Hukum menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan
Perda setelah berkoordinasi dengan komponen terkait (OTDA, BAKD, PUM, BANGDA).
c. Apabila Perda
telah sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri dilakukan klarifikasi
dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari.
d. Apabila hasil
klarifikasi Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundangundangan yang lebih tinggi maka Menteri Dalam Negeri menyiapkan
rancangan Peraturan Presiden setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan
menyampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Kabinet.
e. Peraturan
Presiden tentang Pembatalan Perdadisampaikan kepada Gubernur oleh Menteri Dalam
Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.
6. Perda yang sudah
dibatalkan: Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 ada 663 Perda yang
dibatalkan yang terdiri dari:
a. Tahun 2002
sebanyak 19 (sembilan belas) Perda;
b. Tahun 2003
sebanyak 105 (seratus lima) Perda;
c. Tahun 2004 sebanyak
236 (dua ratus tiga puluh enam) Perda;
d. Tahun 2005
sebanyak 136 (seratus tiga puluh enam) Perda;
e. Tahun 2006
sebanyak 117 (seratus tujuh belas) Perda;
f. Tahun 2007,
sampai dengan saat ini sebanyak 60 (enam puluh) Perda.
7. Pengawasan
Represif Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Pasal 158 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Pajak
Daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya
di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Sedangkan Pasal 238 ayat
(1) UU tersebut menyatakan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku. Pasal 238 ayat
(2) menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan, yaitu
sampai dengan 15 Oktober 2006.
- Tugas
pokok bagian hukum;
Bagian Hukum mempunyai tugas membantu Asisten Pemerintahan dan
Kesejahteraan Rakyat dalam meneliti perumusan peraturan perundang
undangan, Telaan hukum,memberikan bantuan hukum, dan mempublikasikan
produk hukum Dalam melaksanakan tugas,Bagian hukum menyelenggarakan funhsi
- Fungsi
bagian hukum;
1.
Penelitian dan perumusan produk hukum daerah dan peraturan
perundang-undangan
2.
Penelaahan dan pengevaluasian pelaksanaan produk hokum daerah
3.
Penyiapan rancangan peraturan daerah
4.
Penghimpunan peraturan perundang-undanhan,pendokumentasian dan
mempublikasikan produk hokum
5.
Pemberian pertimbangan dan bantuan hokum kepada semua unsur
pemerintahDaerah
6.
Pelaksanaan urusan pertahanan yang menjadi bidang tugas kewenangan
Pemerintah Daerah
7.
Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan
8.
Pelaporan hasil pelaksanaan tugas ; dan
9.
Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Asisten
Pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.
- Bagian
Hukum dan Perundang-undangan mempunyai tugas membantu Sekretaris Dewan
melaksanakan urusan Pemerintahan di bidang pelayanan hukum dan
perundang-undangan yang berhubungan dengan hak, kewajiban dan wewenang
Dewan.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bagian Hukum
dan Perundang-undangan menyelenggarakan fungsi :
1.
Penyelenggaraan fasilitasi dan
pengkoordinasian penyelenggaraan hukum bahan perundang-undangan;
2.
Penyelenggaraan Rancangan Keputusan
Dewan / Pimpinan Dewan atau produk Hukum dan Perundang-undangan Dewan lainnya;
3.
Penyelenggaraan segala sesuatu dalam
rangka pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dan Pengesahan Peraturan Daerah;
4.
Penyelenggaraan pengumpulan dan
pengolahan data pengkajian dan evaluasi hukum dan perundang-undangan yang
berhubungan dengan tugas Dewan;
5.
Penyelenggaraan pengumpulan bahan dalam
bentuk Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Dewan;
6.
Penyelenggaraan penyajian bahan-bahan
dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan guna memperlancar tugas-tugas
Pimpinan dan Anggota Dewan.
Untuk Tugas dan Fungsi sebagaimana dimaksud diatas, Kepala Bagian Hukum dan
Perundang-undangan mempunyai Uraian Tugas :
Menyelenggarakan hukum dan perundang-undangan;
1.
Menyelenggarakan analisa dan
pengembangan hukum;
2.
Menyelenggarakan layanan kajian bahan
bahasan rancangan produk hukum;
3.
Menyelenggarakan layanan bantuan hukum
dan kedudukan hukum Anggota DPRD;
4.
Menyelenggarakan fasilitasi dan
koordinasi tenaga ahli;
5.
Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi
Bagian Hukum dan Perundang-undangan;
6.
Menyelenggarakan telaahan staf sebagai
bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
7.
Menyelenggarakan koordinasi dengan unit
kerja terkait;
8.
Menyelenggarakan tugas lain sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi.
Untuk melaksanakan Tugas, Fungsi dan Uraian Tugas sebagaimana dimaksud di
atas, Kepala Bagian Hukum dan Perundang-undangan dibantu oleh :
1.
Sub Bagian Perundang-undangan dan
Rancangan Peraturan Daerah;
2.
Sub Bagian Penyusunan Produk Hukum;
3.
Sub Bagian Pengkajian dan Evaluasi.
Kepala Sub Bagian Perundang-undangan dan Rancangan Peraturan Daerah
mempunyai Uraian Tugas :
1.
Melaksanakan penyusunan bahan rancangan
hukum dan perundang-undangan;
2.
Melaksanakan fasilitasi dan koordinasi
layanan bantuan hukum dan perundang-undangan.
3.
Melaksanakan penyiapan Rancangan
Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan Produk Perundang-undangan lainnya;
4.
Melaksanakan penyiapan dan penyajian
bahan-bahan dalam rangka penyusunan Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan
Produk Perundang-undangan lainnya;
5.
Melaksanakan proses penyelesaian
Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan Produk Perundang-undangan lainnya.
Kepala Sub Bagian Penyusunan Produk Hukum mempunyai Uraian Tugas :
1.
Melaksanakan pengumpulan dan
penghimpunan produk hukum serta menyiapkan bahan-bahan yang merupakan usul dari
Eksekutif dan usul inisiatif DPRD dalam rangka Pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah oleh DPRD;
2.
Melaksanakan penelitian dan pengkajian
serta evaluasi terhadap produk hukum yang berkaitan dengan kegiatan DPRD;
3.
Melaksanakan / mengikuti perkembangan
pembahasan produk hukum serta menindaklanjutinya;
4.
Melaksanakan penyusunan bahan analisa
dan pengembangan hukum;
5.
Melaksanakan fasilitasi dan koordinasi
analisa dan pengembangan hukum.
Kepala Sub Bagian Pengkajian dan Evaluasi mempunyai Uraian Tugas :
1.
Melaksanakan pengumpulan dan
penghimpunan Peraturan Perundang-undangan Pusat dan Daerah yang berkaitan
dengan kegiatan DPRD;
2.
Melaksanakan penelitian dan pengkajian
serta evaluasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan kegiatan DPRD;
3.
Melaksanakan / mempersiapkan laporan
hasil pengkajian dan evaluasi;
4.
Melaksanakan penyusunan bahan referensi
data peraturan perundang-undangan
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan kunjungan ke bagian hukum
pemerintahan kabupaten garut, bahwa Bagian Hukum dan perundang-undangan
dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Asisten Administrasi Umum, mempunyai tugas pokok menyusun program kerja,
pedoman dan petunjuk pembinaan penyelenggaraan pengembangan hukum dan perundang-undangan,
advokasi hukum dan hak asasi manusia serta evaluasi dan dokumentasi hukum.